Sajak yang Tak Usai

foto ini aku enggak ingat kapan aku ambilnya


Hari ini, aku telah selesai menjalani 5 hari kerja yang menurutku sulit, sepi, dan membosankan. Yah meski tidak sepenuhnya membosankan. Awal Page terjadi saat kepergian langkah ini keperantauan menampar pipiku dengan keras. Nyatanya, tidak ada yang bisa menolong diri sendiri meski ribuan manusia disekitarmu. Sorry to say, kamu boleh jadi pemalas tapi jangan jadi orang bodoh! Sadarilah lingkungan sekitar dan terus berpikir jernih. Buat pola hidup dan asah algoritma hidupmu dengan sebaik mungkin, cari langkah yang efektif nan efisien. Semua demi memperthankan hidup yang entah limitnya kapan. 

[Hari pertama setelah pergantian tahun 2024.]

Naik bis umum menuju kosan seturunnya dari shuttle. Sebelum itu mampir dulu beli roti, makan sari roti keju, dan rasa pandan. Lalu berjalan kaki menuju kos, isi perut dengan bubur ayam. Masuk kos, lantas menanti telpon dari someone. Ah, maybe harus ku siapkan chapter khusus untuk membahas dirinya. Lelaki yang menjadi variabel X dan entitas baru dalam hidupku. (Semoga dia nggak baca ini :v).


Sayang seribu sayang, aku harus membendung rinduku lagi layaknya hujan bulan Juni. Tau ngga sih, aku kalau lagi galau tulisan-tulisan yang tertulis seolah terdengar seperti sajak puisi. Aku memang tak setabah hujan bulan Juni meski demikian diri ini harus bisa belajar dan memahami makna puisi itu. Karena setiap sajaknya bermakna sebagai pengingat dan sindiran.

Temanku Dania ke kosan, kami memang cewe kesiapan wkwkwk jadi memutuskan untuk menghibur diri dengan pergi ke museum. Ya disana cuma foto-foto. Aku memang tidak terlalu tertarik dengan foto. Disana pengennya memaknai lukisan dari pelukis nusantara. Cuma yaa waktunya sebentar dan perlu diabadikan. Senang rasanya ada pelarian diri hingga senja menyapa, dan kaki terasa pegal. Esok paginya apa ya? Agak lupa-lupa ingat. 

[Page 2]

Pagi-pagi listrik mati. Mandi pagi dengan perasaan takut-takut. Huh... yasudahlah, seperti ini aku menempa hidupku dengan kesendirian, kesunyian, dan kegelapan(?) Namun pagi-pagi, suara si X menyapaku. Sebenarnya yang mengajariku tersenyum itu ya dia. Wajahnya, suaranya, logatnya, ekspresinya, dan bahkan saat dia diam. Membuatku candu. Sebenarnya, apakah pada masa lalu kita pernah saling mengenal sebelumnya?

[Page 3]

bermalas-malasan diawal pagi. Pengen banget bilang hari sial?

jangan deh, ngga ada yang namanya sial Cuma aku aja yang ceroboh, dan tidak prepare.

Intinya bener-bener terombang-ambing. Bensin habis (Ini karena ngga suka beli bensin). Nggak ambil duit dari ATM. Nggak prepare peralatan rumah (Senter misalnya atau lampu emergensi). Ngga nyempetin bawa bekal. Cuek secuek-cueknya sama diri! 

Lantas refleksinya: yasudah menyerah saja, ikuti arus dengan sabar. selama masih hidup, hujan pun akan terjeda untuk kembali mencari uap air. sadari kalau aku ini ceroboh, penakut, dan bodoh(?) tidak pernah belajar dari kesalahan 'ndablekk' :v

[Page 4]

ouww mengajar seperti biasa, rapat tim, dan urusan kerjaan. aku sempet dapet sesi kuliah variabel X hehe dan aku bersyukur. Meski pertemuannya singkat, aku bersyukur Tuhan masih beri kesempatan aku untuk berbincang dengannya ditengah kesibukan masing-masing.

Sebetulnya, ia memberiku gambaran lain tentang hidup. Ia berkali-kali memerankan peran yang berbeda. kadang cosplay jadi teman tempat curhat (?) kakak(?) pacar (?) ayah (?) wkwkwk :D (semoga dia ngga baca :x). Bahkan, pengalaman hidupnya yang mirip denganku bisa ia lalui dengan keren. Sedangkan aku, baru tau jawabannya setlah bertahun-tahun lewat. Menyesal banget rasanya. Mengapa saat itu aku tak bisa melewatinya dengan keren dan tak menyalahkan Tuhan. kalimat yang masih aku ingat. 

Gimana mau nyalahin (Tuhan) kenal aja nggak


Gila ya kamu! Nampar banget. 

bagiku yang telah kenal Tuhan bahkan 5 waktu bertemu dengannya, kok bisa sih ngga percaya kalau badai pasti berlalu. kenapa nggak percaya aja sampai akhir, dan menjalaninya dengan tabah(?) menyalahkan Tuhan bukan solusi, solusinya ya usaha, kerja kek, bangun mindset, fokus pada kelebihan, dan jangan putus harapan. Orang yang nggak kenal (Tuhan) aja bisa survive kok! 

[Page 5]

malesss banget buat berangkat kerja dan terus sambat!! WKWKWWKKWWK 

terus ya, wah abaru sadar ternyata bisa juga aku bikin puisi. gilak dikasih waktu berapa menit?

maybe nggak ada 10 menit ya. disuruh ngerangkai kata. Dan aku dah hopeless aja sih karena awalnya ngga pengen ikut. eh di tempat diminta ikut semua dong. Hah!

judulnya Diujung Usia.

intinya sih seorang wanita paruh baya yang biasa dipanggil Ibu dan kelak dipanggil Mae (Nenek) dan tengah menyisir rambutku dengan bersandar pada dinding. puisiku baru awalan aja karena belum selesai. 

coba ya, aku tulis hehe

Diujung Usia

Ia memandang lurus tatapannya kosong

kulitnya tak lagi kencang

kerut wajahnya makin bertambah

usianya tergambar jelas disana

badannya tak lagi tegak

langkah kakinya tertatih-tatih

kulihat badannya masih bersandar pada dinding yang hampir roboh

namun

telapak tangannya masih lembut

membelaiku dan menyisir rambutku perlahan

beliaulah yang biasa ku panggil mae

Mae yang berarti ibu dan juga nenek


jujur emang agak aneh dan nggak terlalu nyambung hehehehehehe.


Sajak yang Tak Usai

Aku nggak pernah milih untuk lahir dari rahim mana!

teriakku sarkas

Memangnya aku bisa milih punya anak sepertimu?

Aku tertegun, tertampar kata

Rupanya aku telah salah memilih lawan

Ibuku ini tak pernah mengizinkan dirinya terlihat lemah bahkan menye-menye didepan anaknya 

Ingatanku tentang ibu berbeda dari pahlawan biasanya

Ibuku pemilik gurat wajah yang sangar 

Jangan tanya Lisannya, sudah pasti bertutur pedas, Lakunya pun tegas

dan Tingkahnya lebih kuat dari pecut kuda 

Rumah yang ia bangun terkesan militer, angker, dan danger

Batinku menjulukimu sang aligator dan motivator terkuat di dunia

Seolah berakting bak Antagonis

namun usai doa malah sering menangis, meringkuk dan bersembunyi

Aku tau, jiwamu Protagonis dan pengorbananmu terasa manis 

Sajakku ini tak akan pernah usai

jangankan membalas budi

menggambarkan budimu saja dalam sajak tak usai

lantas bagaimana bisa ku balas budimu?

kasihmu saja tak pernah usai

meski telah kututup sajak ini

Doa mu untukku tak kunjung usai

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berpangku Tangan