Berpangku Tangan

 


Sesuatu hal yang membuatku malas, kecewa, dan akhirnya memilih untuk pergi salah satunya karena merasa tidak bisa mengubah hal yang tidak semestinya. Sepertinya kalimatku terlalu berputar-putar ya. Jadi semisal begini, kamar berantakan tetapi aku tidak bisa membereskan kamarku sendiri entah karena malas, tidak punya waktu atau malah memerlukan biaya untuk merombak kamar  ini. Jadi akhirnya lebih milih diam, berpangku tangan dengan hal ini. Padahal keinginan hati ya, kamar selalu bersih dan rapi. Kalau bisa ya kayak yang di drakor gitu hehe tertimpa cahaya dan disetiap paginya aku bisa menghirup udara yang bersih, sejuk tiap hari. Kemudian diwaktu yang random ini, aku mengambil benang jahit lalu memasang bet seragam. Ini seharusnya sudah aku lakukan sejak awal datang ke sekolah. Entah karena malas, atau merasa tidak bisa memasang bet itu. Lalu aku kerjakan sebisaku, dengan tujuan terpasang, rapi dan tidak mudah lepas. Ternyata patah hati, punya efek yang positif juga ya :) 

Mereka yang menikah, tidak akan selalu bahagia setiap hari, saat terburuk bagi mereka juga akan dialami. Begitu pula dengan single, tidak selamanya sendiri itu menyenangkan. Ada kalanya, iri menyergap relung hati ketika melihat 'mereka' yang terlihat akrab bersama dalam kelompok. Menatap air hujan yang turun ke bumi, mulanya hanya rintik kecil lalu volumenya membesar. Angin turut memberi intonasi yang membuat mereka terdengar berkuasa di langit sore. Suasana senja mereka tutupi dengan kedatangan hujan yang semakin deras. Aku hanya duduk di tepian joglo, mencoba meresapi suasana sebaik mungkin. Tanah yang dengan baik meresapi tiap butir air tertumpah dipermukaannya. Lalu mengapa aku belum bisa leluasa dengan suasana ini? Kesepian menderaku, diantara manusia yang tengah menanti keredaan air hujan sore kala itu. Apa aku tidak bisa masuk dalam kelompok? Atau hatiku yang tidak bisa terbuka kepada orang lain lagi?

Jangan-jangan hati ini, tidak lagi bisa bersyukur atas apapun yang terjadi?

Astagfirullah,

Ternyata aku masih belum belajar tentang rasa syukur. 

Tidak seharusnya aku meninggalkan keluargaku terlalu jauh. Seharusnya dari awal aku melibatkan mereka dari rencana bodoh ini. Entah mengapa aku merasa ter setir. tetapi setelah melalui hal bodoh ini. Mengejar pria yang akhirnya menikah dengan wanita lain, dan sedari awal yang aku kejar hanyalah ambisi untuk memilikinya. Lebih baik dan sangat baik jika mendengarkan saran orang tua saja. daripada harus menjalani kehidupan dengan tersesat begini. 

Akan terlihat konyol jika di kantor kami tidak sengaja berpapasan. Sungguh aku merasa malu. Tapi mau tidak mau, aku harus pura-pura tidak mengenalnya. Pura-pura diam, dan lebih memilih untuk menghindar. sampai kapan? Sampai aku bisa memaafkan diriku sendiri.

.

.

Apa aku terlihat menyedihkan sekarang?

.

Hanya karena tidak terlihat memiliki pasangan :)

situations will teach you the real meaning of life

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sajak yang Tak Usai